Kab. Bandung Ketikone – Seruan penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun depan datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum sampai pengusaha.
Kepastian naiknya PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat bersama komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11) lalu. Hal ini merupakan implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Warga Resah PPN Naik
Seorang pengusaha ISP dan Anggota Asosiasi Penyelenggara internet Indonesia (APJII) Ipung Dwi Handoko, menilai kebijakan tersebut akan memukul daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan. Sebab, masyarakat harus mengeluarkan dananya lebih besar dibandingkan sebelumnya.
“Jelas akan membebani masyarakat karena ketika kita membeli sesuatu barang ataupun makan, otomatis harus bayarnya lebih besar ketimbang sebelumnya. Ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan yang pokok,” kata Ipung kepada RMol Senin (9/12) di Kantornya Bro Networks Baandung.
Pengusaha ISP lainnya yaitu Peri Permadi (Sayaginet) dan Asep Nugraha (Strongnet)juga memandang rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 akan membebani masyarakat. Apalagi untuk membeli kebutuhan hidup, sementara penghasilan masih tetap.
“UMP harus (naik) supaya seimbang, harus ada kenaikan juga, menurut saya,” ujarnya.
Barang Ritel Bisa Naik 10 Persen
Ipung Dwi Handoko yang juga Merupakan Cakapengwil APJII Jawa Barat menyebut sektor ritel akan ikut terimbas dari naiknya PPN. Dia menyebut ketika PPN naik 1 persen di awal tahun 2025, maka produk-produk di industri ritel akan naik 5-10 persen, akibat ada dampak naiknya biaya transportasi, logistik, dan distribusi.
“Kita di industri internet pasti naik juga 5-10 persen, kan ada dampak biaya operasional, semua itu akan berubah. Ketika harga naik dan berubah, itu kembali menurunkan daya beli masyarakat,” terangnya.
Dengan begitu, Ipung mengungkapkan keberatannya dan menolak kenaikan PPN 12 persen. Pasalnya, konsumsi rumah tangga, industri ritel di Pulau Jawa sedang dalam posisi minus.
“Ya memang pemerintah membutuhkan dana, tetapi jangan dengan 1 persen meningkatkan PPN. Memang 1 persen ini kelihatannya kecil, tapi kalau ditotal dengan biaya operasional itu kan bakal naik semua,” lanjut Ipung.
“Kami sebenarnya berharap ya pemerintah harus melihat situasi yang ada saat ini. Sebaiknya harusnya PPN kenaikan PPN 12 persen ini ditunda dulu, kenaikan kemarin saja sudah membuat kita kewalahan juga ya untuk menekan daya beli, menghambat penurunan daya beli tersebut,” kata Ipung kepada RMol pada Senin(09/12).
Terkait Substansi Pengenaan PPN 12 persen terhadap Barang Mewah pun masih belum jelas substansi dan spesifikasinya, Ipung menyebut dampak pertama yang dirasakan industri ISP ialah siklus dalam perputaran jual beli barang Hardware di Indonesia bakal pengaruhi faktor dari harga barang.
“Nantinya akan mempengaruhi faktor-faktor dari harga barang. Harga barang sendiri pastinya nanti akan mengalami kenaikan dikarenakan karena biaya operasional pun nanti akan naik,” jelas Ipung.
Reporter: Den